Hukum tajwidnya adalah Mad Iwad. Alasannya adalah karena ada huruf alif berharakat tanwin fathah dan dibaca waqaf/berhenti. Cara membacanya adalah Harakat tanwin fathah diganti menjadi fathah dan dibaca panjang satu alif atau dua harakat. Lihat Juga: Cara Membaca Tajwid Surat Al-Maidah Ayat 3 Beserta Penjelasannya. Assalamualaikum.. sahabat qur'an yg dirahmati Allah vidio kali ini membahas tentang bagaimana cara membaca surat AT-TAUBAH ayat 1 dalam al-quran. mohonm Adapun basmalah, memang hanya surah at-Taubah (sering pula disebut sebagai surat Bara'ah) yang tak diawali dengan "Bismillahirrahmanirrahim." Karena itu, para ulama qira'at umumnya bersepakat, tidak membaca basmalah pada awal surah tersebut. Memang, ada juga yang membolehkannya, setelah menganalisis sebab tidak dicantumkannya basmalah pada Caranya seseorang yang membaca Al-Qur`ān pada akhir surah Al- Anfāl diam sebentar sekitar 2 harakat tanpa bernafas, kemudian disyariatkan membaca surah At-Taubah tanpa basmalah. Waṣal (Bersambung) Caranya, seseorang yang membaca Al-Qur`ān menyambungkan bacaanya pada akhir surah Al- Anfāl dengan awal surah At-Taubah tanpa membaca basmalah. 33 Contoh Idgham Mutajanisain di Al-Quran Beserta Surat dan Ayatnya dengan Pengertian dan Cara Membacanya (10/05/2019) Setelah sebelumnya kita membahas tentang Contoh Lengkap Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi Beserta Ayat dan Suratnya , di kesempatan kali ini ridpircom akan kembali memberikan materi seputar tajwid . vOYdpAy. Surat At Taubah mempunyai sejumlah keutamaan bagi pembacanya. ilustrasi JAKARTA – Surat At Taubah merupakan surat kesembilan dalam Alquran. Surah ini tergolong surat Madaniyah yang terdiri atas 129 ayat. At Taubah berarti "pengampunan". Dinamakan demikian karena kata At Taubah berulang kali disebut dalam surat ini. Surat At Taubah juga memiliki banyak keutamaan. Dalam kitab al-Khashaish al-Kafiyah dijelaskan, orang yang mau mengamalkan dua ayat terakhir dalam surat At Taubah setelah sholat fardhu sebanyak tujuh kali, maka akan mendapatkan keutamaan besar. Ayat terakhir yang dimaksud yaitu لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ Artinya "Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan keamanan dan keselamatan bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka Berpaling dari keimanan maka katakanlah “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung." QS At Taubah 128-129. Dalam buku “Rahasia Keutamaan Surat Al-Qur’an”, Muhammad Zaairul Haq menjelaskan, orang yang membaca ayat terakhir tersebut sebanyak tujuh kali setelah sholat fardhu akan mendapatkan lima keutamaan yaitu. Pertama, yaitu Allah ﷻ akan memberikan kekuatan lahir dan batin. Kedua, Allah ﷻ akan memberi kemuliaan di mata masyarakat. Ketiga, Allah ﷻ akan memberikan kelapangan rezeki. Keempat, Allah ﷻ akan memberi kebebasan bagi orang yang di penjara. Namun, surat tersebut harus dibaca setiap bakda sholat fardhu sebanyak 40 kali. Kelima, Allah ﷻ akan memberi jalan keluar bagi orang yang mempunyai utang dan kesulitan membayarnya. Saktah secara bahasa berarti mencegah. Sedangkan, saktah secara istilah dalam ilmu tajwid adalah memutus satu kalimat dari kalimat setelahnya dengan kadar dua harakat/satu alif tanpa mengambil napas. Perhatikan, saktah adalah bacaan yang berdasarkan riwayat yang diterima secara turun-menurun dari bacaan Rasulullah ﷺ dan tidak boleh membaca saktah selain pada tempat-tempat yang dibaca saktah dalam riwayat yang shahih. Menurut pendapat Ibnu Sa’dan, saktah boleh digunakan secara mutlak ketika membaca washl dalam setiap akhir ayat dengan tujuan menunjukkan bahwa kalimat tersebut berada di akhir ayat, akan tetapi pendapat ini tidak digunakan Muhammad Ibnu Jazari, An-Nasyr fi al-Qira’at al-Asyr, [Dar Shahabah Thanta, 2002], vol. 2 hal. 195 . Asy-Syathibi merekam definisi saktah dalam nadham Hirzul Amani وسكتهم المختار دون تنفس ۞ وبعضهم في الأربع الزهر بسملا Dan saktah yang dipilih para ulama adalah berhenti tanpa mengambil napas Dan sebagian ulama tajwid membaca basmalah dalam awal empat surat yang masyhur Dan al-Ja’bari mendefinisikan saktah sebagai memutus suara dalam waktu yang singkat di bawah masa mengambil napas dengan gambaran seandainya saktah dilakukan dalam waktu lama, niscaya akan serupa dengan waqf berhenti Muhammad Ibnu Jazari, An-Nasyr fi al-Qira’at al-Asyr, 2 193. Dalam riwayat Imam Hafsh dari Imam Ashim, bacaan saktah dalam Al-Qur’an terdapat dalam dua kategori yaitu Pertama, saktah yang disepakati, yaitu bacaan yang hanya memiliki satu cara baca saktah dan hanya ada dalam qira’at Imam Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafsh sebagaimana yang dicatat oleh asy-Syathibi dalam nadham Hirzul Amani وسكتة حفص دون قطع لطيفة ۞ على ألف التنوين في عوجا بلا وفي نون من راق ومرقدنا ولا ۞ م بل ران والباقون لا سكت موصلا Dan saktah menurut Imam Hafsh diterapkan tanpa memutus runtutan kalimat dan dibaca samar Maka terapkanlah ketika membaca alif tanwin pada lafadz عوجا. Dan di dalam huruf Nun pada lafadz من راق dan lafadz مرقدنا, Serta di dalam huruf lam pada lafadz بل ران, sedangkan selain Imam Hafsh tidak membaca saktah dalam contoh-contoh di atas. Secara terperinci yaitu 1. Saktah dalam QS al-Kahfi ayat 1-2 الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا ١ قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا ٢ “Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Al-Qur’an kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok, Dia menurunkan Al-Qur’an sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapatkan balasan yang baik” QS Al-Kahfi 1-2. Ini adalah contoh saktah pada alif perubahan dari tanwin. Hikmah adanya saktah dalam lafadz عِوَجًا adalah menampik kesalahpahaman di telinga pendengar bahwa lafadz قَيِّمًا yang bermakna lurus sebagai sifat/na’at dari lafadz عِوَجًا yang bermakna bengkok. Seandainya tidak terbaca saktah mungkin saja pendengar akan memahami makna yang dimaksud adalah ”Dia tidak menjadikannya bengkok yang lurus”. Padahal, yang dikehendaki dalam susunan ayat ini adalah قَيِّمًا terbaca nashab/fathah sebab amil fi’il berupa lafadz أنزله yang disimpan sehingga makna yang dikehendaki adalah “Dia menurunkan Al-Qur’an sebagai bimbingan yang lurus yang tidak ada kebengkokan sedikitpun di dalamnya” Abu Muhammad Maki bin Abi Thalib, al-Kasyaf an Wujud al-Qiraat as-Sab’i wa Ilaliha wa Hujajiha [Beirut Muassasah ar-Risalah Beirut], 1997, vol. 2 hal. 55. 2. Saktah dalam QS Yasin ayat 52 قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ ٥٢ Mereka berkata,”Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami kubur?” Inilah yang dijanjikan Allah Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul-Nya” QS Yasin 52. Ini adalah contoh saktah di tengah ayat. Hikmah adanya saktah dalam lafadz مَرْقَدِنَا adalah menampik kesalahpahaman di telinga pendengar bahwa lafadz هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ adalah satu rangkaian dalam ucapan orang kafir yang berupa يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا. Seandainya tidak terbaca saktah mungkin saja pendengar akan memahami makna yang dimaksud adalah “Mereka orang kafir berkata,”Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami kubur, inilah yang dijanjikan Allah Yang Maha Pengasih”. Padahal, menurut riwayat Qatadah yang dikehendaki dalam susunan ayat ini adalah هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ “inilah yang dijanjikan Allah Yang Maha Pengasih” sebagai ucapan orang yang beriman, sedangkan يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami kubur” sebagai ucapan orang kafir. Dan saktah disini sebagai pemisah dua ucapan yang dilontarkan oleh dua kelompok yang berbeda yaitu orang beriman dan orang kafir Abu Muhammad Maki bin Abi Thalib, al-Kasyaf an Wujud al-Qiraat as-Sab’i wa Ilaliha wa Hujajiha, 2 55 3. Saktah dalam QS Al-Qiyamah ayat 27 وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ ٢٧ “Dan dikatakan kepadanya, “Siapa yang dapat menyembuhkan?” QS Al-Qiyamah 27. Ini adalah contoh saktah di tengah rangkaian kalimat. Hikmah adanya saktah dalam lafadz مَنْ رَاقٍ adalah menampik kesalahpahaman di telinga pendengar bahwa susunan kalimat مَنْ رَاقٍ yang dibaca berbentuk satu-kesatuan lafadz berupa مرّاق yang bermakna “orang yang sering berperang”. Seandainya tidak dibaca saktah bisa saja pendengar memahami ayat berupa وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ yang bermakna “Dan dikatakan kepadanya, “Wahai orang yang sering berperang”. Tentu, kesalahpahaman ini berdampak mengubah makna ayat yang dikehendaki Allah Muhammad ash-Shadiq Qamhawi, Thala’i al-Basyar fi Tawjih al-Qira’at al-Asyr [Kairo Dar al-Aqidah], 2006, hal. 10. 4. Saktah dalam QS Al-Muthaffifin ayat 14 كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ١٤ “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka” QS Al-Muthaffifin 14. Ini adalah contoh saktah di tengah rangkaian kalimat. Hikmah adanya saktah dalam lafadz بَلْ رَانَ adalah menampik kesalahpahaman di telinga pendengar bahwa susunan kalimat بَلْ رَانَ yang berbentuk satu-kesatuan lafadz berupa برّان yang bermakna “dua orang yang menepati janji bentuk ganda/tatsniyyah dari lafadz بر”. Tentu, kesalahpahaman ini berdampak mengubah makna ayat yang dikehendaki Allah Muhammad ash-Shadiq Qamhawi, Thala’i al-Basyar fi Tawjih al-Qira’at al-Asyr, hal. 10. Kedua, saktah yang memiliki perbedaan bi khulfin anhu/بخلف عنه, yaitu bacaan yang memiliki tiga cara baca waqf, washl, dan saktah yang berdasarkan riwayat yang diperoleh Imam Hafsh dari Imam Ashim. Bacaan saktah ini berada di dua tempat yaitu 1. Saktah dalam akhir QS Al-Anfal dan awal QS At-Taubah إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ٧٥ بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ١ Di antara dua ayat ini ayat terakhir QS Al-Anfal dan awal ayat QS At-Taubah, qira’at Imam Hafsh dari Imam Ashim memiliki tiga cara baca yaitu ● Dapat dibaca waqf pada lafadz إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ, kemudian membaca ayat بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ● Dapat dibaca washl disambung antarayat tanpa waqf berhenti maupun saktah إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ● Dapat dibaca saktah pada lafadz إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ kemudian membaca ayat بَرَاءَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ Hikmah dari adanya tiga cara baca dalam ayat ini adalah para sahabat berbeda pendapat apakah QS Al-Anfal dan QS At-Taubah adalah satu surat ataukah dua surat yang terpisah. Menurut sebagian sahabat kedua surat ini adalah satu-kesatuan sehingga jumlah ayat keseluruhan adalah 204 ayat Al-Anfal 75 ayat + At-Taubah 129 ayat dan termasuk sebagai surat ketujuh dalam formasi tujuh surat panjang Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa’,Al-Maidah, Al-An’am, Al-A’raf, Al-Anfal+At-Taubah. Sedangkan menurut sebagian sahabat yang lain kedua surat ini adalah dua surat Al-Qur’an yang terpisah. Karena itulah, para sahabat tidak menulis basmalah di antara keduanya sebagai tanda bahwa sebagian sahabat berpendapat bahwa keduanya adalah satu-kesatuan surat dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, sebagai gantinya sebagian para sahabat memilih riwayat yang membaca saktah di antara kedua ayat ini yaitu akhir surat Al-Anfal dan awal surat At-Taubah Abu Qasim Mahmud bin Umar az-Zamakhsyari, Al-Kasyaf an Haqaiq at-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Takwil [Kairo Maktabah], 2010, vol. 2, hal. 138. 2. Saktah dalam QS Al-Haqqah ayat 28-29 مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ ٢٨ هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ ٢٩ Di antara dua ayat ini QS Al-Haqqah ayat 28-29, qira’at Imam Hafsh memiliki tiga cara baca yaitu ● Dapat dibaca waqf pada lafadz مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ, kemudian membaca ayat هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَه ● Dapat dibaca washl/ disambung antarayat tanpa waqf maupun saktah مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ ● Dapat dibaca saktah pada lafadz مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ, kemudian membaca ayat هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَه Hikmah dari adanya tiga cara baca dalam ayat ini adalah adanya ha’ saktah huruf ha’ yang berfungsi untuk menjelaskan harakat pada huruf sebelumnya ketika waqf dan tetap terbaca ketika washl. Kemudian, ha’ saktah dalam akhir ayat ini bertemu dengan ha’ lafadz هَلَكَ عَنِّي ketika washl. Oleh karena itu, muncul hukum saktah sebagai penengah di antara kedua ha’ ini ha’ saktah lafadz مَالِيَه dan ha’ lafadz هَلَكَ agar terlihat bahwa kedua lafadz ini terpisah secara jelas di telinga pendengar Abu Muhammad Maki bin Abi Thalib, al-Kasyaf an Wujud al-Qiraat as-Sab’i wa Ilaliha wa Hujajiha, 1 308. Ha’ saktah dalam Al-Qur’an terdapat dalam tujuh lafadz yaitu lafadz كتابيه QS Al-Haqqah ayat 19 dan ayat 25, lafadz حسابيه QS Al-Haqqah ayat 20 dan ayat 26, lafadz ماليه QS Al-Haqqah ayat 28, lafadz سلطانيه QS Al-Haqqah ayat 28, lafadz ماهيه QS Al-Qari’ah ayat 10. Abu Amr Utsman bin Sa’id ad-Dani, Al-Muktafa fi al-Waqf wal Ibtida, Dar ash-sahabat Thanta, 2006, hal. 243. Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo Silakan akses beragam fitur bermanfaat Al-Qur'an, Yasin & Tahlil, Maulid, Ensiklopedia NU, Ziarah, Video, artikel keislaman, dan lain-lain di NU Online Super App. Instal sekarang Android dan iOS.

cara baca surat at taubah